Sayonara Watashi No Cramer: Analisis Pertandingan Antara Warabi Seinan Melawan Urawa Housei dari Segi Taktikal Sepak bola

Table of content:
Sayonara Watashi no Cramer adalah anime bertema sepak bola yang rilis pada musim semi 2021, berjumlah 13 episode, dan merupakan adaptasi manga yang dirilis pada tahun 2016. Anime ini menceritakan kisah Onda Nozomi, siswi SMA yang memiliki bakat sepak bola hebat sejak dari kecil. Sejak kecil sampai masuk masa SMP, dia selalu masuk tim sepak bola laki-laki, sebelum akhirnya dia memulai kiprahnya di dunia sepak bola wanita mulai dari SMA. Dari sinilah perjalanannya di ranah sepak bola wanita pun dimulai, mendapatkan rekan baru, bertemu rival tangguh, dan lain sebagainya.
Sayonara Watashi no Cramer adalah anime yang sangat kental menampilkan istilah-istilah dalam dunia sepak bola, mulai dari nama legenda, nama teknik, sampai taktik. Menurut pandangan penulis, jarang sekali ada anime sepak bola yang menampilkan hal seperti itu, terutama pada istilah-istilah taktik dalam sepak bola dan penerapannya. Kebanyakan di anime-anime serupa, hasil dan jalannya pertandingan ditentukan oleh kemampuan individu beberapa karakter saja. Berbeda dengan Sayonara Watashi no Cramer yang dapat membawakan “rasa” sepak bola dengan cukup baik.
Pada kesempatan kali, penulis ingin sedikit membahas mengenai salah satu pertandingan di anime ini dari segi taktikal sepak bola, yaitu pertandingan antara Warabi Seinan melawan Urawa Housei (episode 9-13). Pertandingan yang menjadi penutup seri pertamanya ini, memang cukup banyak mempertontonkan poin-poin yang berkenaan dengan penerapan taktik dalam sepak bola.
Urawa Hosei adalah tim langganan masuk kejuaraan nasional, sedangkan Warabi adalah tim yang masuk jajaran tim lemah di prefekturnya. Pertandingan ini dimenangkan oleh Urawa Housei dengan skor 2-0. Bukan hasil yang mengejutkan jika dilihat dari latar belakang kedua tim. Namun, di pertandingan ini Warabi dapat melakukan perlawanan yang berarti. Bagaimana cara Warabi menghadapi tim solid dan matang seperti Urawa di pertandingan ini? Bagaimana jalannya pertandingan ini jika dilihat dari segi taktikal?
Lets go, kita bahas sama-sama.
1. Formasi Tim
Pertama kita bahas game plan kedua tim. Urawa Housei turun dengan formasi 3-4-2-1, ini adalah salah satu bentuk formasi cair dalam sepak bola modern, yang memungkinkan dengan mudah mengubah pola saat menyerang dan bertahan. Saat menyerang secara penuh, bentuk formasi ini akan berubah menjadi 3-2-5, sedangkan dalam situasi bertahan akan menjadi 5-2-3. Alasan formasi ini disebut formasi yang cair karena keseimbangannya dalam bertahan dan menyerang yang diperoleh dari perubahan pola tersebut. Perubahan tersebut dilakukan dengan alasan untuk membuat situasi menang jumlah saat bertahan maupun menyerang.
Di sini, Urawa Housei bisa mengaplikasikan formasi ini dengan baik. Bisa dilihat selama jalannya pertandingan, transisi bertahan dan menyerang mereka dapat beroperasi, dan sering kali mendapatkan peluang dari situasi menang jumlah tersebut. Dikatakan dalam anime, formasi ini mengadaptasi gaya bermain Antonio Conte.
Nanti kita akan bahas hal ini lebih detail.
2. Keunggulan dan Kelemahan Taktik
Kembali ke Urawa Hosei, mari kita bahas lebih lengkap keunggulan dan kelemahan taktik mereka. Seperti yang sudah disampaikan di anime, strategi ini mengandalkan 2 bek sayap yang diharuskan bertransisi naik dan turun. Stamina, kecepatan, dan keterampilan sangat diperlukan dalam peran ini, dan bukan sembarang bek sayap yang dapat dipasang dalam taktik ini. Artinya, meskipun karakter no 15 dan no 3 Urawa Housei tidak disorot, tapi dengan melihat konsep taktik Urawa sendiri, bisa disimpulkan mereka memang pemain yang terlatih dan memiliki kemampuan memainkan posisi ini.
Kemudian, lanjut pada masalah kelemahan taktik Urawa. Mempunyai bek sayap yang selalu naik-turun akan menimbulkan masalah pada saat transisi timnya. Ketika transisi dari menyerang menjadi bertahan tidak dilakukan dengan baik pada situasi tertentu, maka akan menciptakan area kosong yang luas di lini tengah, karena hanya meninggalkan 2 gelandang tengah yang menjaga kedalaman. Hal ini akan menjadi kesempatan lawan melakukan serangan balik dengan mengeksploitasi ruang kosong ini.
Nah disinilah pemilihan gelandang tengah sangat krusial. Dalam situasi tersebut, taktik ini membutuhkan gelandang tengah/central midfielder yang memiliki kemampuan untuk menutupi area yang luas. Kirishima Chika (pemain Urawa Hosei no 26) adalah gelandang yang memiliki kriteria itu. Mulai dari kecepatan, kemampuan dalam duel, kuat dalam pressing, dan pintar membaca serangan lawan. Gaya mainnya memiliki kemiripan dengan N’Golo Kante. Inilah alasan mengapa pelatih Fukatsu (pelatih Warabi) mengatakan bahwa pelatih Urawa menggunakan pendekatan taktik Conte.
Sebenarnya pelatih Urawa mengadaptasi gaya main Conte waktu menunggangi Chelsea di periode 2016 – 2018. 3-4-3 Conte lebih bersifat bertahan saat melatih Chelsea. Ide taktik Conte adalah memperkecil jarak antar pemain bertahan dengan tujuan untuk mempersempit ruang bermain lawan, dan melakukan banyak intersep intens pada lawan. Kante adalah pemain yang menjadi pusat skema ini. Lalu melakukan serangan balik cepat lewat bek sayap yang memiliki tren menyerang mumpuni yang saat itu diisi Marcos Alonso dan Victor Moses
Sedangkan di Inter (2019-2021), dia lebih sering memakai 3-5-2 untuk memenangkan lini tengah sejak awal, dengan menduetkan Lukaku dan Lautaro Martinez di depan. Berbeda juga dengan di Juventus (2011-2014) yang memakai 3-5-2 atau 3-1-4-2. Di dua tim Italia itu, Conte lebih memilih mengunakan 3 kombo gelandang seimbang yang dapat memainkan lebih banyak bola di lini tengah serta menjaga kedalaman. Di Juve, Conte paling sering memasang Marchisio, Pirlo, Vidal/Pogba, sedangkan di Inter kombinasinya adalah Eriksen, Brozovic, Barella.
Nah, Urawa Housei tidak bisa menerapkan kombinasi 3 gelandang seimbang ini karena memang tidak memiliki pemain yang cukup mumpuni untuk mengisi 3 pos itu. Oleh karena itu, Urawa lebih terlihat mengadaptasi taktik Conte di Chelsea dengan Chikante sebagai intinya. Bisa dilihat sepanjang pertandingan, transisi menyerang Urawa akan selalu berawal dari intersep Chika. Karena itulah disebutkan bahwa taktik ini harus memiliki gelandang tengah/ central midfielder hebat sebagai pusatnya. Pemain yang bisa menutupi area yang luas dan memiliki kemampuan menjaga transisi tim, seperti Chika dan Kante sangat dibutuhkan di formasi ini.
3. Analisis Babak Pertama
Masuk ke babak pertama, kita lihat pada situasi ini, dimana kemampuan Chika sebagai peredam serangan Warabi akan terlihat. Awalnya Soshizaki menjadi target pressing 3 pemain Urawa, no 12, 11, dan 8 yang naik, menciptakan situasi 3 vs 1. Untuk mencegah Warabi membangun serangan, Urawa menerapkan pressing sejak dari lini pertama.
Di sini, permainan Urawa masih bisa dibaca oleh pelatih Naomi (pelatih Warabi yang cewek), yang langsung menyadari di awal laga dan bersikap reaktif dengan menurunkan salah satu gelandang serang untuk menjemput bola. Bisa dilihat di gambar nomor 2, pemain no 11 Warabi turun sedikit ke bawah demi menambah opsi umpan untuk Soshizaki. Alhasil, pressing Urawa bisa dieliminasi dengan umpan satu-dua antara pemain no 11 dan Soshizaki.
Di gambar nomor 3 terlihat pemain Urawa bernomor 15 berada di posisi naik untuk pressing ke tengah lapangan. Melihat ini, Suo berlari mengeksploitasi ruang kosong di belakang yang ditinggalkan oleh no 15 itu. Selanjutnya, Soshizaki yang sudah bebas dari pengawalan bisa melepaskan umpan jauh ke Suo. Namun, bola berhasil diintersep oleh Chika.
Chika bisa menutup celah yang ditinggalkan no 15 dan melakukan aksi bertahan sampai ke sisi lapangan kanan Urawa. Ini menandakan kemampuan Chika dalam menutpi area yang luas dengan sangat baik. Hal ini juga membutuhkan kecerdasan dalam membaca serangan lawan besertaan dengan refleks cepat dalam mengambil keputusan, dan Kirishima Chikante menunjukkan di sini bahwa dia memiliki semua elemen itu.
Urawa Housei sangat mendominasi di babak pertama. Situasi menang jumlah di lini depan sangat menguntungkan dan berkali-kali Warabi mendapat ancaman ke gawang karena hal itu. Kebanyakan berawal dari intercept solid Chika di tengah, yang dengan mudahnya membuat lini tengah Warabi tereliminasi, dan membuat penyerang Urawa dapat mengeksplitasi ruang antar lini Warabi. Ruang antar lini adalah ruang yang ada di antara gelandang dan bek.
Seperti yang terjadi pada gambar di bawah, yang merupakan serangan yang terjadi karena kosongnya ruang antar lini. Tidak ada satu pun pemain Warabi yang mengisi area itu. Ini juga disebabkan karena garis lini pertahanan Warabi yang terlalu rendah, membuat penyerang Urawa dapat dengan leluasa membentuk bentuk serangan tanpa adanya pressing yang berarti.
Akhirnya, menciptakan situasi 5 v 4 yang dengan mudah dikonversi oleh penyerang Urawa menjadi sebuah peluang besar. Sialnya, peluang terbaik di babak pertama lewat tendangan Yuu (pemain Urawa no 12) ini, tidak berhasil menghasilkan gol.
Babak pertama pun berakhir dengan skor 0 – 0.
4. Analisis Babak Kedua
Masuk ke babak kedua, pertandingan mulai menarik.
Pelatih Warabi, Fukatsu (yang cowok), memberikan arahan pada Onda untuk menghentikan Chika. Ini diperlukan supaya Warabi bisa segera menguasai lini tengah. Kuncinya dalam intruksi ini adalah menggagalkan intersep Chika menggunakan permainan individu Onda.
Sepak bola adalah permainan tim yang membutuhkan kerja sama saling dukung dari segala unit yang terlibat. Itulah fungsi taktik sebagai pengatur unit-unit tersebut supaya dapat berjalan sesuai dengan tugasnya dan dapat menyokong tim meraih kemenangan. Namun, ada kalanya sebuah skema taktik dapat dipatahkan dengan aspek yang sebenarnya sangat sederhana, yaitu kemampuan individu. Kemampuan individu dalam sepak bola kerap kali menjadi penentu, tetapi tidak jarang kemampuan individu satu orang pemain saja dapat diredam dengan mudah oleh skema yang padu.
Nah, dalam kasus Onda ini, dia dintruksikan bukan untuk menempatkan diri sebagai free role seorang diri dan menghiraukan bangun serangan timnya. Melainkan peran individualnya digunakan dalam mengeliminasi pressing Urawa yang berpusat di Chika. Karena pada babak pertama, seperti yang sudah dijelaskan semua bangun serangan Warabi hampir seluruhnya diredam oleh Chikante. Dengan peran ini, Onda akan menjadi penentu apakah serangan Warabi berjalan atau tidak berdasarkan berhasil tidaknya dia mengeliminasi pressing Chika.
Alhasil di babak kedua ini, serangan Warabi lebih mengarah ke tengah. Soshizaki di sini masih diberi pressure sama seperti di babak pertama oleh 3 penyerang Urawa. Menjadikan dia masih tidak bisa melakukan umpan jauh ke sayap.
Tekanan dari Onda ini terus dilakukan sejak menit-menit awal babak kedua. Beberapa kali terlihat Onda masih berusaha melewati pressing Chika. Sampai pada momen ini, saat Onda diposisikan oleh dua pressure tengah Urawa, Chika , dan no 8. Onda bisa mengeliminasi 2 gelandang tengah ini dan akan membentuk serangan bagi Warabi.
Di sini dalam situasi 2 v 1, kemampuan Onda muncul. Onda dengan kontrol tumitnya melambungkan bola melewati dua orang itu sekaligus. Akhirnya, strategi Warabi di babak kedua mulai berhasil dijalankan. Onda mengeliminasi pressing 2 gelandang tengah Urawa sekaligus menciptakan peluang emas karena hanya tinggal behadapan dengan 3 bek Urawa. Suo, Tase, Shiratori, dan Onda ada di posisi menang jumlah 4 v 3 (gambar 2).
Ini adalah kali pertama di pertandingan ini, Warabi mendapatkan momen menang jumlah pemain dalam posisi menyerang ataupun bertahan, mengingat taktik 3-4-3 Urawa yang selalu memaksa lawan kalah jumlah di setiap lini. Ini menandakan peran individu Onda sangat efektif untuk membalikkan keadaan.
Situasi menang jumlah ini harusnya bisa dikonversi Warabi menjadi gol. Reaksi awal pemain bertahan Urawa adalah salah satu bek naik untuk menekan Onda (gambar 3). Kemudian, di sini Onda bisa memenangkan duel 1 v 1, dan menjadikan peluang lebih besar bagi Warabi karena tinggal 2 bek tersisa, 4 v 2.
Namun, sayangnya, Onda tidak menggunakan opsi melimpah di situasi ini dan malah memutuskan untuk melakukan tendangan sendiri. Tendangan Onda sedikit melebar dan mengenai tiang jauh. Harusnya banyak opsi mengumpan bagi Onda. Bahkan posisi Shiratori (gambar 4), sudah bersiap run behind punya peluang lebih besar untuk mencetak gol. Situasi seperti itu akan menjadi sebuah peluang besar dan berhadapan langsung dengan kiper. Andaikan Onda mau melakukan umpan terobosan ke Shiratori, penulis yakin pada kesempatan ini Warabi bisa mencetak gol. Penulis sangat menyayangkan keputusan Onda di sini.
Babak kedua semakin didominasi oleh Warabi. Permainan Onda mengubah arah pertandingan, yang membuat Warabi dapat menekan Urawa. Bukan hanya itu, berkat Onda juga, kini pola menyerang Warabi jadi lebih cair. Bisa dilihat di gambar, posisi Onda di area tengah dapat mengundang tekanan pemain Urawa. Kali ini bukan hanya Chika atau pemain no 8, bahkan bek sayap no 15 Urawa juga bergerak ke dalam, dan ikut memberi pressing. Ini menyebabkan sayap kanan pertahanan Urawa bergeser ke tengah. Membuat Suo dapat bebas masuk untuk melindungi Onda ke lini tengah tanpa kawalan.
Seperti yang terlihat di gambar, posisi Suo bisa cair mengisi posisi tengah Urawa yang kosong karena harus menekan ke Onda. Perlindungan Suo terhadap Onda ini membuat ruang antar lini kosong dan dapat tereksploitasi. Kemudian, mengakibatkan juga Soshizaki dan pemain no 11 Warabi bisa naik membantu serangan. Sementara posisi sayap kiri Warabi yang ditinggalkan Suo diisi oleh bek sayap no 6 Warabi yang maju ke depan.
Bisa dilihat di gambar juga, kali ini posisi lebih menguntungkan bagi Warabi. Menyisakan 3 bek Urawa menghadapi pemain-pemain Warabi yang mengeksploitasi ruang kosong tadi, 3 v 6. Namun, sangat disayangkan lagi, serangan ini dapat dipatahkan karena umpan silang Tase mudah terbaca
Pada kesempatan berbeda, tetapi dengan situasi yang hampir sama, kembali Warabi menciptakan peluang. Kembali Onda yang mendapat press ketat dari Urawa, kehilangan bola karena intersep Chika. Kali ini, Soshizaki yang melakukan perlindungan dari lini kedua, lalu melakukan umpat langsung ke posisi Suo yang bebas.
Tanpa adanya Chika yang harus menjaga Onda, kini Suo hanya berhadapan dengan no 15 Urawa saja, dan dia bisa melawatinya dengan mudah. Namun, lagi dan lagi kesempatan ini pun gagal setelah Suo memustuskan untuk menggiring bola dari sisi luar ke dalam, dan membuka ruang tembak. 2 bek Urawa dapat membloking Suo dengan mudah, karena dia tidak menendang dengan kaki dominannya.
Gol pertama Urawa terjadi berawal dari momen ini. Setelah Suo terjatuh dan bola diambil Urawa, mereka melakukan serangan balik cepat. Urawa memanfaatkan pola pertahanan Warabi yang belum terbentuk. Melakukan umpan-umpan cepat yang membuat pertahanan Warabi tak terorganisasi dengan baik. Hal ini bisa dilihat dari posisi Suo yang ada di garis lini pertahanan, dan Soshizaki yang belum sempat mundur ke belakang. Urawa juga mengandalkan kecepatan Adatara Alice (pemain no 11 Urawa) untuk menerobos kekacauan pertahanan Warabi itu.
Keputusan Warabi untuk melakukan serangan penuh sejak berhasilnya Onda mengeliminasi lini tengah Urawa, menjadi bumerang dan harus dibayar dengan kemasukan gol pertama.
Bagaimana bisa Suo mengambil posisi kaki yang salah saat akan menendang? Hal ini bisa dijawab jika kita melihat skema awal Warabi lagi. Di formasi 4-1-2-3 Warabi yang mengandalkan kelebaran, Suo yang selain berperan menjaga kelebaran, juga ditugaskan untuk lebih sering memberi umpan silang ke tengah daripada melakukan tendangan.
Ini bisa dilihat dari penempatan posisi Suo di sayap kiri, padahal kaki dia yang lebih dominan adalah kaki kiri. Dengan asumsi bahwa Suo akan banyak mendapatkan umpan jarak jauh dari Soshizaki, dia berperan sebagai penyuplai bola ke kotak pinalti. Sayap kiri akan lebih mudah mengirimkan bola dari posisi sayap dengan kaki kiri tanpa harus berbalik ataupun bergerak ke tengah, begitu juga dengan sayap kanan akan lebih mudah melakukan umpan silang dengan kaki kanan. Meskipun melakukan giringan bola dari sisi luar ke dalam, Suo juga akan lebih cenderung memberi umpan pendek ke Onda untuk membuka ruang di tengah. Seperti yang terjadi saat melawan Kunogi.
Ini berbeda saat di SMP, Suo berposisi sebagai sayap kanan yang akan lebih banyak melakukan giringan bola ke dalam dan menyelesaikan peluang sendiri. Karena kita tahu, SMP Suo bukanlah tim sepak bola yang kuat. Diceritakan hanya Suo satu-satunya pemain berbakat di tim itu dan menjadi tulang punggung mereka. Karena itulah sangat penting dalam tim semacam itu untuk menempatkan pemain terbaiknya di posisi yang bisa menggendong tim meraih kemenangan. Dengan Suo yang berada di sayap kanan, dia bisa menerima bola, melakukan akselerasi, dan menyelesaikan peluang itu sendiri. Ini bukanlah keegoisan, tapi berdasarkan kebutuhan tim, skema satu pemain seperti ini memang biasa dilakukan dalam tim yang “jomplang”.
Sedangkan jika dibandingkan dengan tim SMP Suo, Warabi mempunyai pemain yang lebih bagus. Kemampuan individu pemain itu juga penting dalam menentukan taktik. Tidak berguna taktik sebagus apapun jika para pemainnya tidak memiliki kemampuan untuk menerapkannya di atas lapangan. Dengan memiliki materi pemain yang punya kemampuan individu bagus dan beragam, sebuah tim dapat lebih banyak menciptakan kemungkinan-kemungkinan taktik yang dapat diterapkan.
Hal ini dirasakan oleh Suo lewat perpindahan posisi yang dialaminya. Posisinya di winger kiri, tidak mengharuskannya menyelesaikan peluang sendiri. Dia akan memiliki opsi untuk memunculkan kemampuan individu rekan timnya dalam suatu skema taktik. Dan apabila diteliti, Suo bukanlah sayap yang mengandalkan tendangan keras seperti Arjen Robben, Mo Salah, atau Mason Greenwood. Oleh karena itu, posisi sayap kiri untuk Suo, menurut penulis sendiri adalah posisi yang lebih baik untuknya.
Di situasi serangan Warabi tadi, Suo memutuskan untuk menggiring bola ke dalam karena dia sedang berada di posisi yang memungkinkan untuk melakukan penyelesaian akhir. Keputusaanya sudah benar, melihat dia adalah pemain Warabi yang paling depan pada situasi tadi, dan bergerak ke tengah mencari ruang tembak lebih menguntungkan daripada menembak dari sudut sempit. Namun, disebabkan lemahnya kaki kanannya, peluang ini tidak bisa dikonversi menjadi gol.
Setelah terjadinya gol pertama, Urawa kembali menguasai pertandingan. Dengan mengacu pada tekanan yang dilakukan Warabi sejak babak kedua, pelatih Urawa mengganti mikro taktik di lini depan. Yaitu dengan menukar posisi Yuu (12) dan Adatara (11). Adatara dipindah ke sayap kanan, sementara Yuu diplot sebagai striker palsu/false nine.
False nine adalah posisi penyerang tengah/striker/central forward yang bukan bertugas melakukan penyelesaian akhir, melainkan untuk membuka ruang. Dia akan memancing tekanan dan fokus pemain bertahan lawan untuk membuka ruang, agar penyerang di belakangnya bisa masuk. Posisi ini sangat sulit, selain membutuhkan kecepatan dan kontrol bola yang baik, false nine harus cerdas dalam mengatur posisi dan mengeksploitasi banyak ruang di pertahanan lawan. Contoh pemain sepak bola dunia yang memainkan peran ini antara lain Roberto Firmino, Harry Kane, Lorenzo Insigne (timnas Italia), Cesc Fabregas (timnas Spanyol), dan masih banyak lagi.
Yuu sebagai false nine akan sering mundur ke bawah untuk menjemput bola atau sekadar memancing pressing lawan supaya naik, seperti yang terlihat di gambar. Dia akan sering bermain di ruang antar lini, sedangkan Adatara akan mengambil posisi di pertahanan Warabi yang kosong. Penerapan sistem ini akan efektif jika memiliki second striker cepat dan cerdik mencari ruang. Aspek itu ada pada Adatara, tipikal pemain yang cerdik berlari mencari ruang di antara celah bek lawan seperti Timo Werner atau Edison Cavani.
Berkali-kali Warabi tak berkutik karena tidak memiliki kesiapan dalam mengatasi skema ini, terutama bek yang sering terpancing keluar oleh false nine. Beberapa kali juga menyebabkan ruang antar lini kosong dan menciptakan celah antar pemain yang jauh, yang mana dapat dimanfaatkan Adatara dengan mudah.
Seperti yang terlihat di gambar, ini adalah awal gol kedua. Adatara memanfaatkan celah dengan berlari diagonal untuk menerima bola. Karena jarak antar pemain Warabi jauh, Adatara dapat dengan mudah mengambil ruang tembak sebelum bek Warabi dapat melakukan blok, dan inilah sebabnya gol kedua tercipta.
Ketinggalan dua gol dan waktu yang tersisa sedikit, siapapun pasti akan merasa putus asa. Untungnya kapten Tase dapat mengangkat mental tim di sisa waktu, dan hasilnya Warabi dapat melakukan permainan bagus di akhir pertandingan.
Apakah saat melawan tim dengan lini tengah solid seperti Urawa Hosei, harus selalu menembusnya dengan permainan individual seperti Onda? Tentu tidak semua pemain punya kemampuan menggiring bola seperti Onda, tetapi ada cara lain supaya bisa lepas dari pressing di lini tengah, dan Warabi menerapkannya dalam momen ini.
Berawal dari Soshizaki yang masuk ke baris kedua untuk membantu serangan, lalu melakukan umpan-umpan pendek dengan Onda, ini membuat gelandang tengah Urawa harus melakukan pressing ke dua pemain hebat di tengah. Permainan berkelas ditunjukkan oleh Soshizaki di sini. Setelah melakukan umpan pendek ke Onda, dia berlari menjauh dari Onda ke sisi lapangan kanan. Onda pun merespon dengan mengikuti gerakan Soshizaki tapi dalam posisi yang lebih ke dalam.
Gerakan ini bertujuan untuk membuat pertahanan Urawa ikut bergeser ke kanan dan menimbulkan celah antar pemain, dan berhasil. Dua gelandang Urawa ikut bergeser untuk menjaga Soshizaki. Dari sinilah 2 gelandang tengah Urawa dapat dieliminasi dengan cara melakukan switch play oleh Onda. Switch play adalah permainan yang merubah arah serangan dari satu sisi ke sisi lainnya.
Onda mengirimkan umpan jauh dari sisi kanan lapangan jauh ke sisi kiri untuk mengubah arah serangan. Di sana sudah ada Suo yang keluar dari pengawalan dikarenakan bergesernya pertahanan Urawa tadi. Dari posisi ini Suo langsung melakukan umpan langsung ke kotak pinalti dan disambut Shiratori dengan diving header.
Sayangnya, sundulannya masih bisa ditepis oleh kiper Urawa.
Meskipun tidak mengubah skor, permainan Warabi di menit-menit akhir ini adalah momen favorit penulis. Karena menunjukkan penerapan apik dari mikro taktik dalam memanipulasi press lawan dan melakukan switch play cepat. Penerapan dari taktik sepak bola benar-benar dipertontonkan dengan baik di bagian ini.
Selain itu, bagian menariknya lagi setelah Warabi mendapat suntikan semangat dari sang kapten, permainan Warabi jadi lebih agresif, terutama saat melakukan pressing. Terlihat di gambar, bahkan Shiratori pun yang biasanya cuma menunggu umpan di depan gawang, mau melakukan pressing ke bek lawan.
Penutup
Mungkin cukup itu saja yang bisa kita bahas pada pertandingan ini. Penulis sendiri sangat senang dengan adanya anime ini, karena Sayonara Watashi no Cramer adalah anime yang membawakan dunia sepak bola beserta isi-isinya dengan baik. Penulis merasa bisa mengabungkan 2 hobi penulis dalam satu wadah, yang penulis tidak bisa menemukannya di anime-anime sepak bola lainnya, yang biasanya mereka hanya mempertontonkan kekuatan-kekuatan supranatural atau hal yang kurang realistis lainnya.
Semoga kedepannya akan lebih banyak lagi muncul anime-anime sepak bola lain yang bisa membawakan penerapan taktikal sedetail dan sebaik Sayonara Watashi no Cramer.
Terima kasih sudah membaca.
COYG & Forza Inter!
Sumber: Moch Naufal FA (facebook)
First komen dapet apa?
Nasi bungkus
keren bang
Makasih bang. Jangan lupa ninggalin react nya bang