KANAU
Home J-Film [Review] Kiseki: Sobito of That Day: Di Balik Keajaiban Lagu Kiseki

[Review] Kiseki: Sobito of That Day: Di Balik Keajaiban Lagu Kiseki

Kanau.org – Di tahun 2008-2009, lagu Kiseki milik GreeeeN menyihir Jepang. Lagunya berhasil merajai oricon chart selama 2 pekan dan full-track ringtone versi digitalnya terjual hingga lebih dari 2,3 juta salinan—membuat lagunya tercatat dalam Guiness Book of World Records sebagai single yang paling banyak diunduh di Jepang. Film garapan Atsushi Kaneshige ini mencoba menceritakan awal mula terbentuknya GreeeeN sampai terciptanya lagu tersebut. Kisahnya dimulai jauh sebelum para personil GreeeeN bersatu, saat Jin (Tori Matsuzaka)—orang yang nantinya akan menjadi produser GreeeeN—masih berkutat di band metalnya, Pay Money to My Pain.

Jalan bermusik Jin tidaklah mulus. Selain ditentang oleh sang ayah (Kaoru Kobayashi) yang menganggap bermain musik tidak ada gunanya, tuntutan bisnis juga memaksa Pay Money to My Pain harus rela berganti genre menjadi pop, yang mana bukan merupakan minat mereka. Perubahan itu membuat Jin dan rekan-rekannya tak bisa lagi menikmati permainan mereka sendiri. Tapi mau tak mau Jin tetap harus menjalaninya. Sebab hanya itu satu-satunya cara untuk membuktikan pada ayahnya bahwa ia bisa menyambung hidup lewat musik. Masalah-masalah tersebut perlahan menuntun Pay Money to My Pain menuju perpecahan.

Memakai hampir separuh durasi untuk menceritakan figur eksternal di luar anggota GreeeeN, Kiseki: Sobito of That Day menciptakan sesuatu yang membuatnya berbeda dengan banyak film biografi sejenis. Sayang bagian ini lemah ketika menyoroti konflik personal Jin dengan ayahnya. Penyebab terbesarnya adalah larangan sang ayah yang motifnya kurang tergali. Alasan Morita menentang Jin hanya karena ingin anaknya menjadi dokter seperti dirinya. Bila hendak menunjukkan kepedulian Morita yang ingin agar masa depan anaknya terjamin, Hiroshi Saito sebagai penulis naskah kurang tegas menggambarkan sisi itu, sehingga yang terlihat dalam diri sang ayah hanyalah sosok keras kepala yang tak bisa memahami perasaan anaknya.

Yumi Asou yang berperan sebagai ibu turut memperparah keadaan. Dalam sejumlah adegan, tindakan dan ekspresi Asou tampak kurang tepat pula tak meyakinkan. Pun aktingnya nihil sensitivitas. Imbasnya, beberapa momen pertengkaran Jin dan ayahnya—di mana Asou punya peran penting sebagai penengah—serta interaksi ibu-anak yang seharusnya hangat justru acapkali berakhir canggung.

Beruntung, di tengah kelemahan-kelemahan tersebut, Kiseki: Sobito of That Day masih punya Tori Matsuzaka yang mampu mengatrol filmnya. Sebagaimana Jin yang berperan penting dalam terciptanya GreeeeN, Matsuzaka berjasa membangun pondasi emosi film. Sang aktor tampil kokoh mempresentasikan perjuangan Jin. Nantinya perjuangan tersebut punya bobot emosi lebih ketika Jin mulai mengoper mimpinya kepada sang adik, Hide (Masaki Suda). Pencapaian-pencapaian yang diperolehnya terasa lebih menyentuh, karena di titik ini, Jin tidak lagi mengejar kesuksesan untuk dirinya sendiri, melainkan untuk Hide.

Di paruh kedua, setelah adik Jin membentuk GreeeeN bersama 3 sahabatnya, barulah Kiseki: Sobito of That Day menemukan ritme penceritaan yang tepat. Terhitung dari mulai pertama kali Jin membuatkan sampel lagu untuk sang adik, alurnya bergerak menjadi lebih dinamis. Kemampuan Kaneshige dalam meracik rasa mulai terlihat. Seperti yang ditunjukkan dalam satu adegan ketika keempat anggota GreeeeN menari-nari di depan sorot lampu mobil.

Masalah larangan bermusik dari sang ayah, yang kini juga menjadi beban pikiran Hide, ikut membaik. Berbeda dengan Jin, di samping mencintai musik, Hide juga bersungguh-sungguh ingin menjadi dokter. Fokus konflik kali ini lebih mengedepankan pergolakan hati Hide dalam menentukan mana yang terpenting bagi hidupnya. Tak lagi melibatkan pertikaian dengan sang ayah, dan kehadiran Asou menipis.

Semakin menyenangkan disimak berkat kepribadian dan interaksi para punggawa GreeeeN. Mereka asyik, juga punya antusiasme tinggi, khususnya pada hal-hal yang bersinggungan dengan musik. Tiap kali menyanyi, keempatnya terlihat begitu menikmati. Mereka aktif menggerakan tubuh, tampak bersenang-senang bagai tak punya beban hidup. Lepas. Melihat dari bagaimana mereka menyanyi dan membuat lagu berlandaskan kecintaan besar terhadap musik, pencapaian fantastis dari Kiseki rasanya memang sudah sepantasnya diterima.

Editor:
  • BlueHeaven
  • Comment
    Share:

    FREE TALK Bareng Ange - Kenapa Kalian Bisa Jadi Wibu? Sebutkan Alasannya! Presentasikan di Depan!